Baru

6/recent/ticker-posts

Revolusi Pesantren 4.0: Upaya Revitalisasi Pesantren dalam Penguasaan Sains-Teknologi Yang Bermoral dengan Berlandaskan Agama

    Oleh: Robiatul Adawiyah
                                                                                    

Keberadaan manusia di tengah era revolusi industri 4.0 dengan kemajuan teknologi yang tiada hentinya selain menjadi pemacu untuk berdaya saing, juga dapat menjadi persoalan bagi umat manusia. Sebagaimana dilansir dari laman Liputan6.com, Jakarta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan, bahwasanya potret masalah yang sering dihadapi belakangan ini, bukan saja hoaks dunia maya, akan tetapi juga konten-konten negatif. Jangan sampai arus perkembangan teknologi menjadikan manusia kerdil di hadapan teknologi serta tidak mempunyai integritas diri. Terlebih jikalau nilai spiritual dan moral semakin tergerus dan semakin lama hilang dari kehidupan. Dalam konteks inilah, peran pesantren dibutuhkan sebagai institusi pendidikan yang berbasis nilai-nilai keislaman. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang sudah diakui keberadaannya dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019, menjadikan pesantren mempunyai tanggung jawab lebih terhadap nasib dan kondisi negara. Tentu keberadaan pesantren di Indonesia sudah menunjukkan eksistensinya sedari lama. Jika ditinjau secara historis, pesantren dan para santri mempunyai catatan sebagai pelaku sejarah yang ikut serta dalam berjuang membebaskan tanah air tercinta dari penjajahan. Di era revolusi industri 4.0 dimana teknologi berkembang dengan begitu cepatnya, pesantren sudah semestinya mampu merespon hal tersebut dengan ikut bertransformasi dalam meningkatkan kualitas layanan pendidikan guna melahirkan para santrinya sebagai generasi unggul pembawa perubahan yang bermoral dan memiliki nilai spiritual tinggi. Sehingga para santri mampu ikut bersaing bukan hanya sebatas konsumen, tentunya dengan mempertimbangkan segala persoalan tentang penggunaan dan penguasaan sains dan teknologi berlandaskan pada wawasan moral etis. Jika tidak, maka kemajuan dan penguasaan sains teknologi yang berlangsung akan menimbulkan berbagai konsekuenasi negatif, yang dalam istilah Seyyed Hossein Nasr telah membuat manusia semakin menjauh dari pusat eksistensial spiritualnya. Dengan begitu umat Islam yang dipelopori oleh para santri bukan hanya sebagai konsumen dari segala kemajuan teknologi melainkan sebagai produsen. Sehingga kemajuan peradaban akan berada di bawah kekuasaan Islam.

Pesantren perlu melakukan revitalisasi segala upaya usahanya bagi persoalan bangsa ini. Revitalisasi yang dapat dilakukan yakni dengan memperkuat eksistensi pesantren sebagai institusi pendidikan islam yang terfokus pada pengembangan SDU (Sumber Daya Umat) Muslim Indonesia yang kompeten. Dinamika kehidupan pesantren menjadi tempat ideal untuk membentuk persistensi, determinasi, dan akselerasi dalam menaklukkan hidup. Dengan begitu pesantren mempunyai peran besar dalam upaya penyediaan SDU yang berperan bukan hanya sebagai Abdullah, tetapi juga sebagai khalifatul ard. Mencetak para santri agar berpandangan bahwa mereka adalah wakil Tuhan di bumi yang harus merealisasikan peran kekhalifahan itu. Dengan begitu, santri mampu memasuki berbagai lini kehidupan baik di bidang ekonomi, kesehatan, lingkungan, politik, pendidikan, juga teknologi pada era revolusi industri 4.0 seperti ini. Para santri juga mampu untuk menyuburkan nilai-nilai moral dan spiritual di era revolusi industri 4.0 yang juga menyebabkan degredasi moral akibat maraknya konten negatif. Upaya inilah yang saya sebut sebagai revolusi pesantren 4.0. Agar terwujudnya revolusi pesantren 4.0 maka dibutuhkan strategi khusus untuk dapat mewujudkannya sesuai dengan kondisi dan karakter masing-masing pesantren.

Konferensi Nasional dan PESAN(Pertukaran Santri): Sebuah Alternatif

    Hasil penelitian Oxfam Indonesia dan International NGO Forum On Indonesia Development (INFID) tahun 2016 menyebut dalam 20 tahun terakhir jurang ketimpangan antara orang kaya dan miskin tumbuh lebih cepat dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Bisa dibayangkan ditambah dengan adanya pandemi seperti ini di tengah era revolusi industri 4.0 menyebabkan lebih banyaknya PHK. Kehadiran entrepreneur sangat dibutuhkan selain mampu mendorong pergerakan ekonomi, juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Kita harus menyadari bahwa Islam telah menyiapkan umatnya untuk menjadi pemimpin dalam segala bidang (sebagai khalifah di muka bumi). Di Indonesia setidaknya ada 10 Top Ekosantri (pesantren dan santri yang concern pada kemandirian ekonomi pesantren) dan dicontohkan kepada lingkungan sekitar. Salah satunya seperti pesantren Darul I’stishom di Jeneponto. Berdasarkan data Badan Pusat Statiskin (BPS), ada 56 ribu kepala keluarga yang tergolong miskin di kabupaten ini khususnya di daerah dimana pondok pesantren ini berdiri. Pesantren Darul I’stishom memberdayakan masyarakat setempat lewat ternak kambing dengan cara pesantren menitipkan kambing kepada warga untuk dipelihara. Jika sudah melahirkan keturunan, maka akan dibagi. 

Selain dari segi ekonomi, pesantren juga membuktikan kontribusinya terhadap negeri dalam dunia teknologi. Seperti dilansir dari laman NuOnline, Tim robotik pondok pesantren Mambaus Sholihin, Blitar, Jawa Timur meraih prestasi gemilang pada gelaran World Robotic for Peace di University Johorbahru, Malaysia. Selain itu, ada pula tim robotik Daar El-Qolam 3 yang sudah beberapa kali menjuarai berbagai perlombaan, diantaranya juara 1 Robot Creative pada acara Thamrin Cup skala Nasional dan juara 2 Robot Creative pada acara International Robotic Games (IRG) di PKP Jakarta Islamic School skala Internasional. Hal ini membuktikan bahwasanya pesantren mampu untuk terus berkontribusi terhadap bangsa Indonesia, juga berdaya saing baik dalam kancah nasional maupun internasional sebagai lembaga pendidikan kompeten yang mampu mencetak para santrinya untuk membawa perubahan dan harum nama bangsa.  

Upaya untuk menciptakan revolusi Industri 4.0, hendaklah dimulai dari mensosialisasikan juga menanamkan kepada para santri, bahwa kita sebagai umat Islam berperan sebagai khalifah di muka bumi yang harus menjadi pemimpin dalam berbagai bidang aspek kehidupan. Dalam hal ini penulis melihat potensi pesantren seperti yang sudah disebutkan diatas untuk terus berdaya saing dan menunjukkan eksistensinya di era revolusi industri 4.0. Maka menurut hemat penulis PESAN (Pertukaran Santri) bisa menjadi solusi sebagai tolak ukur, pengevaluasian, serta pengalaman santri untuk bisa merasakan segala fasilitas juga pembelajaran baik akademik, maupun khususnya non akademik seperti beberapa kapabilitas pondok pesantren yang sudah disebutkan diatas. Semua ini dilakukan, mengingat masih banyak pesantren yang fasilitas dan metode pembelajarannya masih sederhana dan tradisional. Mengingat pendidikan di era revolusi industri 4.0 menuntut kepada kreativitas, pengembangan skill dan kepiawaian dalam berteknologi, juga menuntut para pendidik dan para santri untuk saling berkolaborasi dan berinisiatif. Maka dari itu, dengan melakukan PESAN (Pertukaran Santri), selain dapat menjalin tali silaturahmi antarpesantren, para santri juga mampu merasakan atmosfer yang berbeda dalam menuntut ilmu. Sehingga mampu menjadi bahan pacu untuk meningkatkan kreativitas dan jiwa yang kompetitif.

Selanjutnya, selain dengan diadakannya PESAN (Pertukaran Santri), langkah konkret untuk menindaklanjutinya yaitu perlu adanya sebuah konferensi nasional seluruh pondok pesantren di Indonesia. Konferensi pesantren tingkat nasional diselenggarakan untuk menyatukan visi misi juga saling bahu membahu dalam membenahi setiap kekurangan masing-masing pondok pesantren. Dengan adanya konferensi nasional ini, nantinya para mudirul mahad dapat menemukan solusi terbaik atas segala permasalahan dalam lingkup pesantren maupun negara dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Dengan berkolaborasi bersama antarpesantren dalam mengasah soft competency dan hard competency para santrinya menghadapi tantangan zaman, maka pesantren dapat menjadi pusat keunggulan (center of excellent) yang akan menyiapkan generasi perubahan, yang kelak akan membangun rumah-rumah peradaban menuju masa depan yang gemilang.

Konklusi

Di era revolusi industri 4.0, tidak sedikit pekerjaan yang akan digantikan oleh mesin-mesin pintar, sehingga Kemenperin memprediksi akan ada sekitar 800 juta pekerjaan yang terancam otomatisasi (digantikan oleh mesin). Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang menekankan pada nilai khuluqiyah dan nilai moral memiliki peran penting untuk melakukan revitalisasi dalam menyambut perkembangan zaman di era revolusi industri 4.0. Semua itu dilakukan dengan tujuan untuk merespon segala bentuk kemajuan teknologi dengan berlandaskan nila-nilai moral dan spiritual. Mengingat pula Indonesia memiliki bonus demografi (dimana jumlah penduduk usia mudia lebih banyak dibandingkan usia tua), pesantren mampu mengoptimalisasikan perannya dalam mencetak santrinya yang kompeten dan mempunyai kredibilitas. Maka menurut hemat penulis, dengan adanya PESAN (Pertukaran Santri) diharapkan para santri mampu mengetahui potensi yang mereka miliki, serta mampu menuntut ilmu dari aspek dan kondisi yang berbeda. Selain itu, adanya konferensi pesantren tingkat nasional di Indonesia, dapat menjadi solusi sebagai wadah untuk menyatukan visi misi serta bermusyawarah dalam menemukan jawaban atas segala persoalan. Dengan demikian, pesantren beserta para santrinya mampu berperan aktif dan berkontribusi dalam revolusi industri 4.0 dengan melakukan revolusi pesantren 4.0.

Penulis merupakan Alumni Pondok Pesantren Daar El Qolam 3 dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta - Juara 2 Cabang Lomba Esai Festival Santri Nasional 2021 CSSMoRA UIN Alauddin Makassar

Posting Komentar

0 Komentar