Baru

6/recent/ticker-posts

Integrasi Keilmuan Sebagai Upaya Revitalisasi Peran Pesantren Di Era Revolusi Industri 4.0

Oleh: Qurrah A'yuniyyah

Pendahuluan

Realitas mennunjukkan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi sepak terjang berbagai aspek kehidupan. Kemajuan transformasi digital mendesak kemampuan dan penguasaan masyarakat ikut serta menyinkronkan keadaan. Publik telah lazim dengan istilah yang menjadi identitas dunia saat ini, yaitu era revolusi industri 4.0. Kurun waktu yang ditandai dengan potensi besar atas meningkatnya produktivitas di Industri berkat kehadiran automasi dan kecerdasan buatan, peran manusia sebagai tenaga kerja banyak diambil alih oleh fungsi mesin. Persaingan dalam memperoleh pekerjaan semakin ketat, seseorang didorong untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam menduduki posisi yang tepat. Hal ini mengindikasikan bahwa transformasi bidang industri dewasa ini, secara beriringan pula memengaruhi perekonomian masyarakat, bahkan menjangkit pada segala sisi keberlangsungan hidup, termasuk politik, pendidikan, sosial, budaya, maupun kesehatan. 

Dari aspek pendidikan, salah satu yang terlibat di dalamnya adalah pesantren. Indonesia telah mengakui lembaga pesantren sebagai suatu bentuk pendidikan atas penyelenggaraan pendidikan nasional berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku, sebagaimana telah dirinci dalam UU No. 18 tahun 2019 tentang Pesantren. Secara historis, sistem pembelajaran di pesantren bersifat dinamis. Sejak masa kerajaan Islam Nusantara, masa penjajahan sampai orde baru, hingga kini dan masa yang akan datang desain yang menjadi standardisasi pesantren terus bergerak. Perjalanan yang ditempuh sempat menunjukkan pesantren sebagai Center of Excellence (Pusat Keunggulan) dengan menghadirkan kader-kader pemimpin hasil didikannya, namun adapula masa yang terkesan bercorak oposisi dengan perbedaan politik yang menyelubunginya, mengakibatan seolah dicurigai dan merasa terasingkan. Dewasa ini, terjadi peningkatan animo masyarakat dalam memfasilitasi anaknya untuk menempuh pendidikan di Pesantren. Kabar ini menjadi bukti adanya perhatian besar terhadap pendidikan agama sebagai ikon dari pesantren. Di sisi lain, pesantren harus mampu beradaptasi agar tidak gugur ditelan perkembangan zaman. Integrasi keilmuan menjadi sebuah paradigma yang sangat urgen dalam upaya revitalisasi peran pesantren di Era Revolusi Industri 4.0. Lantas bagaimana implementasinya di tengah tantangan yang semakin melejit? Berikut dibahas lebih lanjut. 

Urgensi dan Tantangan Pendidikan Pesantren dalam Kehidupan Masyarakat 

Pendidikan adalah sesuatu yang berlangsung seumur hidup, diperoleh sejak anak masih kecil dalam lingkungan rumah tangga, beriring pula pola pendidikan sekolah dan masyarakat. Sebagaimana hadis Nabi Muhammad Shallalahu „alaihi wa sallam:

  ا طْل بوا ِ د ْ ََل اللَّح ِ ا ِ ْد ه َ الْم َ ن ِ م َ ْلم ِ ا

“Tuntutlah ilmu dari ayunan (sejak kecil) sampai liang lahat (meninggal dunia)”  

Pesantren menjadi salah satu aset besar dalam kiprah pendidikan yang berorientasi pada pembinaan agama. Setidaknya terdapat tiga klasifikasi atau tingkatan pondok pesantren, yaitu: 

(1) Sepenuhnya pendidikan agama (100%), menyelenggarakan pengajian kitab dengan sistem halaqah, sorogan, bandongan, dan wetonan; 

(2) Semi Modern, dominan pendidikan agama (70%) dan resesif pendidikan umum (30%).

 (3) Modern, dominan pendidikan umum (70%) dan resesif pendidikan agama (30%). 

Hiruk-piruk duniawi membuat masyarakat, khususnya orang tua dibaluti kerisauan. Terdapat berbagai faktor yang sedarinya menjadi titik pasal orang tua menyekolahkan anaknya di pesantren, baik pengalaman, bentuk persiapan generasi yang agamais, kejamnya pergaulan masa kini, melatih mental, kemandirian, bertanggung jawab, menciptakan karakter yang berakhlak karimah, displin terlebih masalah ibadah, dan sebagainya. Harapan-harapan orang tua tersebut tidak terpisahkan dari keurgensian peran pesantren dalam kehidupan masayrakat. Atas upaya menyekolahkan ataupun memondokkan anak ke pesantren, dapat menjadi intensi lahirnya generasi yang didamba-dambakan, unggul, berprestasi, mampu memberikan kontribusi bagi masayarakat luas, serta cerdas intelektual, emosional, terlebih spiritual. 

Adapun tantangan yang tengah menjadi penyekat terselanggaranya pembelajaran di pesantren antara lain: 

1) Sarana dan prasarana yang kurang memadai; 

2) Sumber daya manusia yang kurang mumpuni; 

3) Kurikulum dan metode pembelajaran yang bersifat pasif dan klasik; 

4) Melemahnya tradisi keilmuan pesantren dan terjadinya pergeseran atas pengaruh isu-isu kontemporer; 

5) Bersikap tertutup atas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; 

6) Faktor ekonomi yang tidak mendukung.

 Implementasi Integrasi Keilmuan sebagai Upaya Revitalisasi Peran Pesantren di Era Revolusi Industri 4.0 

Paradigma intergrasi keilmuan merupakan cara pandang ilmu yang menyatukan semua pengetahuan ke dalam satu wadah tertentu dan mengasumsikan sumber pengetahuan dalam satu sumber tunggal (Tuhan). Konsep integrasi keilmuan telah banyak dicanangkan oleh berbagai instansi Perguruan Tinggi Islam. Konsep ini secara substansi bertujuan melenyapkan dikotomis keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum, keduanya sudah semestinya memiliki nilai universal, terbuka, saling beriringan dan tidak terlepas satu sama lain. Sehingga dapat menjadi upaya tepat dalam revitalisasi peran pesantren di Era Revolusi Industri 4.0 yang sedang berlangsung.  

Konsep integrasi keilmuan pada awalnya tentu akan menimbulkan pro kontra. Pihak pro beranggapan bahwa konsep ini baik dalam menjawab tantangan di era serba digital saat ini, namun dari pihak yang kontra menilai bahwa konsep ini kiranya dapat menghilangkan ciri atau kekhasan pesantren sebagai tempat pendalaman ilmu agama Islam. Terlepas dari kedua pandangan tersebut, sebuah kaidah fiqih yang kiranya dapat diadopsi dalam permasalahan ini, yakni: 

 
“al-muhafadhah „ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah” “Memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil hal baru yang lebih baik” 

Jargon di atas menegaskan bahwa perlunya para ilmuwan Muslim dalam menempatkan pemikiran, konsep, teori, dan temuan ilmu pengetahuan dari para ulama terdahulu ataupun dari para ilmuwan non-Muslim, sebagai produk dan pengalaman mereka yang berada pada konsteks ruang dan zamannya, kemudian dikontekstulisasikan, supaya didapatkan kesimpulan apakah relevan ataukah tidak dengan perkembangan dan kemajuan ipteks di masa kini dan masa yang akan datang. Perkara yang masih relevan selanjutnya dipertahankan dan diperkaya nilai implementasinya. Sedangkan yang kurang relevan, berikutnya dicarikan opsi baru dalam konsteks yang ada saat ini.


 Islam tidak pernah membedakan antara ilmu agama dan ilmu umum, akan tetapi dalam fakta sejarahnya menggambarkan adanya supremasi lebih pada ilmu-ilmu agama. Histori itu kemudian membuka kedok kemunduran peradaban Islam, terbelakangnya sains dan teknologi di Dunia Islam, kurangnya kesadaran dan kepedulian umat Islam terhadap kebebasan penalaran intelektual, serta kurang menghargai kajian rasionalempirik. Padahal Islam sangat menghargai akal manusia, mewajibkan untuk menuntut ilmu, menitahkan keterbukaan dan berlapang dada, serta melarang taklid buta.

Revitalisasi peran pesantren di Era saat ini sudah saatnya digencarkan. Kegagalan-kegagalan yang telah usai, mesti dijadikan pelajaran demi melangkahkan arah yang lebih baik ke depannya. Bentuk integrasi keilmuan di tengah tantangan yang melanda pada lingkungan pesantren dapat diwujudkan dengan pengajaran ilmu-ilmu agama dan ilmu lainnya terhadap santri. Mereka perlu didorong pada kemampuan berpikir kritis, inovatif, terbuka, berani, kreatif dan terampil. Berbagai kegiatan dapat diagendakan demi memperluas wawasan santri, seperti tata tertib berbahasa asing (Arab dan Inggris), kegiatan Conversation / Muhadatshah, pengembangan skill, dan mengikutsertakan santri pada ajang-ajang lomba agama maupun umum. Dengan harapan kelak setelah lulus, mereka dapat menatap dunia lebih luas dan bukan sesuatu yang asing, mereka dapat berkontribusi bagi agama, bangsa, dan negara. 

Langkah-langkah dalam mengimplementasikan integrasi keilmuan sebagai upaya revitalisasi peran pesantren di Era Revolusi Industri 4.0: 

1) Memahami bahwa pondok pesantren sebagai tempat mendalami ilmu agama dan ilmu umum sebagai bentuk persiapan pemberdayaan umat

2) Memperbaharui kurikulum dengan kolaborasi keuniversalan ilmu

 3) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan pesantren

 4) Bersikap terbuka dan mampu beradaptasi pada dunia kontemporer 

5) Bersikap selektif dan kritis terhadap perubahan zaman

 6) Mendesain pembelajaran yang harmonis dengan kebutuhan santri 

7) Menciptakan metode yang dapat menyongsong skill santri 

8) Menyeimbangkan kognitif dan keteladanan 

Upaya impelementasi ini tidak menuntut untuk diselesaikan secara keseluruhan dalam jangka waktu yang singkat, proses panjang dibutuhkan dalam mewujudkannya. Konteks zaman yang bersifat dinamis memang telah menjadi tugas bersama untuk mampu mempertahankan eksistensi pesantren. Seorang santri yang telah lulus dari pesantren tidak mengubah statusnya sebagai mantan santri, mereka tetap santri selama hidupnya. Kedudukan sebagai santri adalah suatu peran besar dengan karier mereka kelak untuk berkontribusi mewujudkan impian masyarakat dan umat. Santri harus menjadi sosok agen perdamaian dalam menjawab tantangan di zamannya.

Penutup 

Pendidikan adalah sesuatu yang berlangsung seumur hidup. Hiruk-piruk duniawi membuat masyarakat, khususnya orang tua dibaluti kerisauan dan berbondong-bondong menyekolahkan anaknya ke pesantren. Sikap orang tua itu menunjukkan keurgensian peran pesantren terhadap pendidikan anak. Paradigma intergrasi keilmuan merupakan cara pandang ilmu yang menyatukan semua pengetahuan ke dalam satu wadah tertentu dan mengasumsikan sumber pengetahuan dalam satu sumber tunggal (Tuhan). Konsep ini memiliki substansi melenyapkan dikotomis keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum. Sehingga dapat menjadi upaya tepat dalam revitalisasi peran pesantren di Era Revolusi Industri 4.0 yang tengah berlangsung. Bentuk integrasi keilmuan di lingkungan pesantren dapat diwujudkan dengan pengajaran ilmu-ilmu agama dan ilmu umum lainnya. Langkah-langkah dalam mengimplementasikannya memiliki esensi bahwa perlu adanya sikap terbuka dan selektif terhadap ilmu dan tekonologi di zaman kontemporer tanpa mengabaikan ciri khas dari ikon pesantren sebagai tempat mendalami ilmu agama. Oleh karena itu dilakukan pengintegrasian keilmuan sebagai upaya merevitalisasi atau menghidupkan kembali peran pesantren dengan memelihara tradisi lama yang masih relevan dan memetik perkara baru yang jauh lebih baik. Sehingga santri dapat menjadi sosok pejuang dalam berkontribusi untuk agama, bangsa, dan negara. 

Penulis merupakan Alumni Pondok Pesantren Anwarul Qur'an Mahasiswa UIN Walisongo Semarang - Juara 3 Cabang Lomba Esai Festifal Santri Nasional 2021 CSSMoRA UIN Alauddin Makassar

Posting Komentar

0 Komentar